Laman Utama

Laman Utama
catatan

Ahad, 9 Januari 2011

TELADAN KECINTAAN & KETULUSAN HATI

kisah Rasulullah SAW selamanya
adalah mata air yang tiada henti
mengalirkan hikmah dan inspirasi,
tak lekang oleh zaman, tak punah
terpapar waktu. Salah satu
fragmen indah yang senantiasa
berkesan di hati saya adalah
sepotong cerita tentang
percakapan Beliau SAW dengan
para pemuda anshar seusai Perang
Hunain. Membacanya berulang
kali tidak sekalipun memunahkan
rasa haru yang membuncah dan
menghentikan tumpahan air mata.
Tentang kesetiaan, tentang
ketulusan, tentang keikhlasan,
tentang kelapangan, tentang
persahabatan dan cinta kasih.
Sungguh selamanya kaum anshar
madinah adalah sebaik-baik tuan
rumah, sebaik-baik sahabat, dan
sebaik-baik ummat.
_________________________________________________________
Seusai perang Hunain, Rasulullah
saw membagi-bagi harta
rampasan kepada yang berhak
secara adil dan bijaksana. Abu
Sufyan bin Harb, tokoh
penentang Islam sejak awal
dakwah di Makah itu, telah
mendapatkan bagian seratus ekor
unta dan empat puluh uqiyah
perak. Demikian pula Yazid dan
Mu ’awiyah, dua orang anak Abu
Sofyan, mendapat bagian yang
sama dengan bapaknya. Kepada
tokoh-tokoh Quraisy yang lain
beliau memberikan bagian seratus
ekor unta. Adapula yang lain
mendapatkan bagian lebih sedikit
dari itu. Hampir seluruh kaum
muallaf Makkah yang baru
berIslam setelah ditaklukkan
(dalam fathul Makkah)
mendapatkan bagian jauh lebih
besar dari para sahabat Rasulullah
yang terlebih dahulu berIslam.
Melihat pembagian itu, para
sahabat Anshar memandang lain.
Mereka seakan-akan merasa
terlupakan oleh Rasulullah saw.
Tak sedikitpun dari sekian harta
rampasan perang itu yang
diberikan kepada mereka.
Rasulullah justru memberikan
bagian yang banyak kepada
orang-orang yang dulunya amat
gigih memerangi dakwah Islam,
para orang-orang Quraisy yang
baru masuk Islam. Padahal kaum
Anshar lah yang telah
memberikan loyalitas penuh
dalam berbagai perjuangan kaum
muslimin. Sejak menerima dakwah
Nabi SAW dengan ramah dan
terbuka, menampung kaum
Muhajirin dengan penuh
keikhlasan, sampai kepada
keterlibatan dalam berbagai
perang demi membela agama
Allah swt.
Akibat kebijakan Rasulullah yang
dirasa kurang memuaskan, maka
muncullah gejolak di kalangan
sahabat Anshar, hingga seorang di
antara mereka berkata, ”Mudah-
mudahan Allah memberikan
ampunan kepada RasulNya,
karena beliau telah memberi
kepada orang Quraisy dan tak
memberi kepada kami, padahal
pedang-pedang kami yang
menitikkan darah-darah mereka.”
Adapula di antara mereka yang
berkata, “Rasulullah sekarang
telah menemukan kembali kaum
kerabatnya. ”
Melihat gejala yang berkembang
itu, Sa ’ad bin Ubadah r.a segera
melaporkan kepada Rasulullah
saw, meskipun ia dapat
memahami perasaan kaumnya,
akan tetapi terasa tak baik
dibiarkan terus berkepanjangan.
Mendengar laporan tersebut
Rasulullah saw bertanya,
” Bagaimana perasaan kamu
sendiri ya Sa’ad ?” Sa’ad
menjawab, “Ya Rasulullah, aku
adalah bagian dari kaumku.”
“Kumpulkan kaum Anshar di
tempat ini,” kata Rasulullah saw.
Segera Sa’ad bin Ubadah
mengumpulkan segenap kaum
Anshar, menghadap Rasulullah
saw. Setelah semuanya
berkumpul, kemudian Rasulullah
bertanya kepada mereka :
“ Apakah ucapan kalian yang telah
sampai kepada saya ?”
Mereka menjawab, “Ya Rasulullah,
para ketua kami tidaklah
mengatakan sesuatu pun. Hanya
kami para pemuda, yang berkata,
“ Semoga Allah mengampuni
RasulNya. Beliau telah memberi
orang Quraisy dan meninggalkan
kami, padahal pedang-pedang
kamilah yang telah menitikkan
darah-darah mereka. ”
Rasulullah bersabda, “Hai orang-
orang Anshar, bukankah aku
datang kepada kalian, sedang
kalian dalam kesesatan, lalu Allah
memberi petunjuk kepada kalian
dengan perantaraan aku ? Dan
kalian dalam kepapaan, lalu Allah
memberi kemampuan kepada
kalian karena aku ? Dan dulu
kalian bermusuhan, lalu Allah
mempersatukan kalian karena
aku ?”
Kaum Anshar menjawab, “Benar,
Allah dan RasulNya amat
pemurah dan mengaruniai !”
“Tidakkah kalian menjawab aku
wahai kaum Anshar ?” tanya
Rasulullah kepada mereka.
“ Dengan apa kami harus
menjawab engkau ya Rasulullah
padahal bagi Allah dan RasulNya
semua kemurahan dan
keutamaan ”, jawab kaum Anshar.
Rasulullah bertanya lagi, “Apakah
yang menghalangi engkau
menjawab kepada Rasulullah ?”
“Ya Rasulullah, engkau mendapati
kami tengah dalam kegelapan,
lalu Allah mengeluarkan kami
kepada cahaya lantaran engkau.
Dan engkau mendapati kami
tengah di tepi jurang api neraka
lalu Allah menyelamatkan kami
lantaran engkau.
Dan engkau mendapati kami
dalam kesesatan, lalu Allah
menunjuki kami lantaran engkau.
Maka dari itu kami telah ridha
Allah sebagar Tuhan kami, dan
Islam sebagai dien kami, dan
kepada Muhammad sebagai nabi.
Maka berbuatlah sekehendakmu,
karena engkau adalah kehalalan,
ya Rasulullah “, jawab mereka.
Namun seakan-akan Rasulullah
belum mendapatkan jawaban
yang tuntas, selanjutnya beliau
bersabda kepada mereka :
“ Demi Allah, sekiranya kalian mau
menjawab seperti ini tentu kalian
berhak dan sungguh kalian pasti
dibenarkan :
Bukankah engkau (ya Rasulullah)
datang kepada kami dalam
keadaan didustakan, lalu kami
(Anshar) yang membenarkan
engkau.
Bukankah engkau dihinakan, lalu
kami menolong engkau.
Bukankah engkau datang sebagai
orang yang terusir, lalu kami
melindungi engkau,
dan engkau dalam kedaan miskin,
lalu kami memberi kemampuan
kepada engkau.
Engkau datang sebagai orang
yang takut, lalu kami
mengamankan engkau.
Apakah kalian inginkan sepercik
dari sampah dunia itu, ; dimana
aku akan menjinakan satu
golongan dengan sekelumit
keduniaan itu agar mereka masuk
Islam, sedang aku menyerahkan
kalian kepada keislaman kalian
yang kokoh.
Bukankah Allah telah
mengutamakan keimanan kalian
melebihi mereka, keimanan yang
teguh tiada tergadai, tiada pula
terbeli harta dunia ?”
Mendengar rentetan pertanyaan
Rasul yang menyentuh hati itu,
terdiamlah semua kaum Anshar.
Tiada terasa menetes air mata
keharuan mengingat semua yang
telah mereka lalui bersama Nabi
yang mulia. Setiap kesulitan dan
kesenangan senantiasa selalu
mereka bagi bersama Nabi, tidak
sesaat pun beliau jauh dari
mereka. Segala perang dan
pertempuran, setiap tetes keringat
dan darah yang tercucur, selalu
ada Nabi bersama mereka.
Tidaklah mereka melakukan itu
karena menginginkan megahnya
dunia dan banyaknya harta, akan
tetapi sebab kecintaan dan
keikhlasan yang mendalam.
Mengingat segala memori indah
perjuangan itu, tidak sedikit kaum
Anshar yang basah janggutnya
karena derasnya air mata
mengalir.
“Benar ya Rasulullah, kami
sungguh telah ridha”, jawab kaum
Anshar.
“ Hai kaum Anshar ! Tidaklah
kalian rela, bahwa orang-orang
pergi dengan membawa kambing
dan unta, sedangkan kalian
kembali dengan membawa
Rasulullah ke tempat tinggal
kalian
Demi Dzat yang diri Muhammad
berada dalam genggamanNya,
jika bukan karena hijrah, tentu
aku menjadi golongan Anshar !
Jika sekiranya orang-orang
menempuh lembah dan tepi
gunung, sedang orang Anshar
menempuh lembah atau tepi
gunung yang lain, niscaya aku
menempuh jalan yag dilalui
orang-orang Anshar !’ lanjut
Rasulullah.
Maka makin dalamlah keharuan
perasaan mereka karena
Rasulullah. Betapa beliau sangat
mencintai dan melebihkan mereka
dalam derajat dan keutamaan
iman dibanding kaum Quraisy.
Tanpa terasa sebagaian besar
kaum Anshar yang tengah
berhadapan dengan Rasulullah itu
mencucurkan air mata. Tangis
yang amat mendalam disebabkan
karena kecintaan mereka
terhadap Rasulullah, hingga
janggut-janggut mereka basah
oleh air mata. Akhirnya, mereka
serentak menjawab :
“ Tentu kami rela ya Rasulullah,
jika orang-orang pulang
membawa harta dan ternak yang
banyak, maka kami kembali ke
Madinah bersama Engkau ya
Rasulullah. Mereka mendapatkan
dunia, maka kami mendapatkan
Engkau bersama kami baik di
dunia maupun di Akhirat "
Demikianlah mengapa Nabi yang
mulia lebih memilih Madinah
sebagai kediamannya hingga akhir
hayat, meskipun beliau telah
menaklukkan kampung
halamannya Makkah.
Madinah adalah kota Nabi,
Madinah adalah kota Ilmu dan
Iman, Madinah adalah kota bukti
kebesaran jiwa dan kelapangan
hati. Itulah kemuliaan hati kaum
Anshar, itulah ketulusan iman
kaum Anshar, siapakah yang
mampu menandinginya hingga
hari ini ?
"Ya Allah muliakanlah kaum
Anshar, angkatlah derajat mereka,
senangkan hati mereka dan
jadikanlah kami mangikut jejak
teladan mereka"

Tiada ulasan: